Kamis, 22 November 2012

Prologue


Prologue
          Begitu gelap dan juga dingin. Sebuah lorong sempit menjadi tempat tinggal bagi dua bersaudara yatim piatu, yang pada saat itu mereka sedang tertidur di sudut lorong dan tiba-tiba sang adik menggigil kedinginan hingga sang kakak terbangun. Sang kakak beranjak dari tidurnya dan mulai memastikan keadaan adiknya itu.
“Astaga… kau demam, Alena,” sang kakak menaruh tangan kanannya di atas dahi adiknya yang ternyata lebih panas dari biasanya, “ini pasti karena lingkungan tempat tinggal kita seperti ini. Apalagi sekarang sedang musim hujan. Mari kita pergi berobat ke tempat dokter,” ia mulai menarik tangan adiknya.
“Jangan…” namun, Alena mencegah keinginan kakaknya untuk pergi sambil menarik kembali tangan kakaknya, “tidak usah, kak… Besok, pasti aku sembuh. Jangan khawatirkan keadaanku.”
Sang kakak pun menghela napas, “Bagaimana bisa aku tidak mengkhawatirkanmu ? Alena, kau satu-satunya adikku. Aku tidak mau kehilangan orang yang aku sayangi seperti halnya ayah dan ibu yang telah meninggalkan kita berdua.”
Mendengar perkataan kakaknya, Alena mulai berpikir sejenak dan kemudian kembali membalas, “Walaupun ingin berobat, kita sama sekali tidak memiliki uang. Bahkan untuk makan saja, kita harus mengemis kepada orang-orang yang tak pernah peduli dengan keberadaan kita.”
Sang kakak kembali menghela napasnya dengan panjang dan kembali membalas perkataan Alena, “… Baiklah, aku akan mencari uang sebanyak mungkin. Lalu, kau tunggu di sini saja dulu. Aku berjanji untuk kembali ke sini lagi,” sang kakak langsung meninggalkan Alena sambil berlari dengan cepatnya keluar dari lorong tersebut.
Melihat kegigihan sang kakak mencari uang, dengan kedua tangannya mulai menggenggam satu sama lain, sambil berbaring Alena berdoa, “Ya Tuhan, berilah perlindungan kepada kakakku. Semoga ia selamat dan kembali ke sini lagi.”
m
          Waktu terus berjalan hingga petang menjelang. Langit biru yang lumayan cerah di pagi hari berganti menjadi jingga kekuningan di senja hari. Dari pagi, Alena tak bisa tidur karena terus memikirkan keadaan sang kakak dan lapar pastinya. Hanya berbaring dan tak ada berbuat apa pun.
“Kenapa kakak lama sekali ? Apa ada terjadi sesuatu padanya ?...” tiba-tiba, ia dikejutkan dengan teriakan histeris dari orang-orang di luar lorong. Mendengar itu, Alena langsung beranjak dari tempat di mana ia berbaring dan menuju keluar lorong.
          Setelah keluar dari lorong yang sempit itu, Alena melihat sekumpulan orang-orang berlari menuju ke jalan keluar desa. Dari raut wajah mereka terlihat seperti ketakutan yang seakan-akan dikejar oleh sesuatu yang menyeramkan. Ia pun memanggil bertanya kepada salah seorang dari mereka.
“Ada apa dengan kalian ? Kenapa kalian ketakutan sekali ? Apa ada sesuatu ?”
“Cepat lari keluar desa, Nak ! Monster itu akan menghancurkan tubuhmu !!” lalu, orang itu langsung pergi meninggalkan Alena begitu saja.
“Monster ? Hei, tunggu !!”
          Tak lama kemudian, orang-orang desa yang berlari tadi tiba-tiba gerakannya berhenti dan tak sampai hitungan beberapa detik, tubuh mereka hancur seolah terpotong oleh pisau daging yang tajam hingga darah keluar dengan derasnya membasahi tanah bahkan rumah-rumah yang ada di desa itu. Melihat hal itu, Alena terpaku di tempat di mana ia berdiri dan langsung syok. Keringat begitu banyak keluar dari wajahnya dan tubuhnya bergetar sedemikian hebat karena perasaan takut yang mencekam. Ia tak bisa melangkahkan kakinya bahkan melarikan diri, atau bersembunyi dari “monster” yang membunuh penduduk desa. Hanya menunduk yang bisa dilakukannya.
Tak disadari olehnya, tiba-tiba seseorang berjubah hitam telah  berada di sampingnya.  Tentu saja, Alena langsung terkejut dengan keberadaan orang itu yang telah dekat dengannya. Kemudian, orang itu pun bertanya, “Anak kecil, siapa namamu ? Kenapa kau belum mati terkena seranganku ? Apa jangan-jangan kau salah satu dari prajurit generasi ketujuh ?”
“Generasi ketujuh ?...” pikirnya. Mendengar pertanyaan itu saja, ia tak bisa memusatkan pikiran untuk menjawab atau mengadahkan kepalanya di hadapan seseorang tak dikenalnya. Ketakutan membuatnya tidak bisa membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan si “monster” itu.
“Hm… Kenapa tidak menjawab ? Kau takut padaku ? Huh, baiklah… bertanya pada anak kecil sepertimu hanya menghabiskan waktuku saja. Untuk sementara ini aku akan membiarkanmu hidup, tapi untuk selanjutnya tak akan seperti dulu lagi,” orang itu langsung menghilang dari hadapannya hingga Alena mulai mengadahkan kepalanya dengan hati-hati.
          “Hosh… hosh… hosh…” Alena mulai mengatur napasnya, “siapa orang itu ? Apa maksudnya dengan “generasi ketujuh” ?...” tiba-tiba, ia mulai berpikir dengan keberadaan sang kakak saat ini, “oh iya… bukan saatnya aku terus-terusan di sini. Aku harus mencari kakak sekarang !!” ia langsung berlari ke arah dalam desa.
m
          Sementara itu, di luar desa, seorang yang berjubah hitam yang bertemu dengan Alena, kini melihat desa itu dari kejauhan. Pada saat itu juga, seseorang berjubah hitam yang lain datang menghampirinya dan bertanya.
“Bagaimana ? Kau telah menemukannya ?”
“Tidak… Sama sekali tidak ada. Cih, membuang-buang waktu saja,” jawabnya dengan nada kesal dan mulai melanjutkan pembicaraan lagi, “tapi… aku menemukan hal menarik,” senyuman langsung menghiasi wajahnya.
“Apa itu ?” tanyanya dengan penuh penasaran.
          “Mungkin ini cuma dugaanku saja. Saat aku menyerang penduduk desa, ada anak kecil yang tidak termakan oleh seranganku. Padahal jangkauan seranganku telah sampai padanya. Tapi tak ada luka sedikit pun mengenai tubuhnya.”
“Apa katamu ? Bagaimana bisa ? Kau tidak jadi membunuhnya ?” ia kembali bertanya dengan nada kesal.
“Tidak, aku tidak membunuhnya. Aku juga heran kenapa anak kecil itu bisa tidak terkena seranganku,” ia kembali tersenyum, “kemungkinan, anak itu salah satu dari generasi terakhir. Tapi, jangan khawatir. Jika dia sudah besar, aku pasti akan membunuhnya dan dia pasti juga melakukan hal yang sama…”
“….. Kalau itu maumu…” tiba-tiba, ia mulai merasakan kehadiran orang lain yang mulai begitu cepat menuju ke tempat mereka berdiri, “Cih… Hounan, ayo cepat pergi ! Sepertinya “dia” mulai menuju ke sini.”
“Mengganggu saja. Baiklah, kita pergi dari sini, Mahoroba…” mereka berdua langsung menghilang begitu saja dari sana.
Tak lama kemudian, munculah seorang wanita berambut pirang panjang dan berjubah putih sambil membawa pedang besarnya menuju ke tempat dua orang tadi, “Aneh. Barusan aku merasakan energi dari dua orang. Tapi tiba-tiba mereka menghilang begitu saja,” katanya sambil melihat desa itu dari kejauhan dan mulai mencium sesuatu, “… Bau amis… baunya yang begitu tajam tercium dari sini. Jangan-jangan…” tanpa pikir panjang, ia langsung bergegas menuju desa itu.
m
          Menyusuri jalanan tanpa henti, Alena terus berusaha mencari kakaknya. Kini, jalan telah penuh dengan genangan darah dan hamparan mayat-mayat bergelimpangan begitu saja di tiap sisi jalan. Hal itu membuat ketakutannya semakin besar ketika melihat keadaan desa itu. Tubuhnya mulai terkulai lemas karena sama sekali belum makan dari tadi pagi dan persediaan makanan di tempat tinggalnya telah habis. Tak lama kemudian, akhirnya ia pun jatuh tersungkur di antara banyak mayat dan genangan darah. Kepalanya terasa mau pecah dan bayangan kabut gelap mulai menyelimuti matanya.
“…Sa-sama sekali tidak pernah aku lihat pe-pemandangan menakutkan seperti ini… Ugh… kakak, jangan mati… se-sepertinya, aku sudah tak mampu untuk berdiri lagi……” kemudian, ia langsung tak sadarkan diri.
          Sementara itu, wanita berambut pirang tadi telah sampai di desa yang baru saja dibantai. Sambil menyusuri tiap jalan, ia pun memerhatikan keadaan sekitar yang begitu menyedihkan dan menyesakkan dada baginya, “Sudah kuduga… ternyata memang ada yang tidak beres dengan keadaan di sini. Keterlaluan sekali mereka membunuh orang-orang desa yang tak berdosa dan tak tahu apa-apa,” wanita itu pun langsung memejamkan matanya dan melalui kekuatan yang dimilikinya, mulai merasakan suatu energi yang begitu lemah, “Syukurlah masih ada yang hidup. Aku harus cepat menemukannya,” dengan langsung wanita itu pergi ke tempat yang dicarinya melalui kekuatan itu.
          Beberapa saat kemudian, akhirnya ia sampai juga di tempat tujuan. Di mana-mana hanya terlihat pemandangan berupa seonggok daging para mayat dan genangan darah yang telah menyebar ke hampir seluruh sisi jalan dan di antaranya, ia melihat seorang perempuan kecil yang ternyata adalah Alena, tergeletak begitu saja di sana, “Hm… jadi, anak ini yang masih hidup ? Tapi, tak ada luka sedikit pun yang mengenai tubuhnya. Sepertinya dia hanya pingsan. Baiklah, aku akan membawanya ke rumahku dan tempat ini sudah tidak aman lagi baginya,” kemudian, wanita itu membawa Alena pergi meninggalkan desa itu.
m
          Perlahan-lahan Alena mulai membuka kedua matanya. Langit-langit rumah yang terbuat dari kayu yang dilihatnya saat ini, bukanlah  pemandangan menakutkan di desa yang terakhir kali ia lihat. Alena langsung sadar kalau tempat ia berada sekarang bukanlah di desa. Ia langsung bangun dari tempat tidurnya dan tiba-tiba terdengar suara wanita yang berbicara kepadanya, “kau sudah sadar rupanya…”
          “Eh ? Siapa kau ? Tempat apa ini ?” tanyanya kepada seorang wanita yang belum pernah ia temui sebelumnya.
          “Namaku Pantheronia. Sekarang kau berada di rumahku. Akulah yang membawamu dari desa itu ke sini,” jawabnya dan ia pun mendekati Alena di samping tempat tidurnya.
          “Membawaku dari desa ? Kenapa kau cuma membawaku ? Bagaimana dengan kakakku ?” ia pun melontarkan pertanyaannya bertubi-tubi kepada Pantheronia.
          “Jadi kau punya kakak ? Saat aku datang ke desamu, tak ada satu pun yang kurasakan energi lain selain kau, bocah kecil,” godanya.
          “Bocah kecil, katamu ? Umurku sudah 10 tahun dan namaku Alena ! Ingat itu baik-baik !!” ia pun marah karena mendapat panggilan seperti itu.
          “Hehehehe… kau lucu ternyata. Walaupun kau sudah berumur 10 tahun, umurku justru lebih tua darimu dan sikapmu yang seperti itu tetaplah menunjukkan kalau dirimu itu memang bocah kecil, Alena…,” Pantheronia pun tak bisa menahan ketawanya dan Alena semakin kesal dibuatnya, “Baiklah, aku mulai serius sekarang,” Pantheronia langsung mengentikan tawanya, “Aku mau bertanya, siapa yang telah berbuat kejam di desamu ?”
          Mendengar pertanyaan itu, Alena langsung diam sejenak dan tak lama kemudian ia mulai berbicara, “Orang-orang desa telah dibunuh oleh “monster” itu.”
          “Monster, katamu ? Memangnya seperti apa wujudnya ?”
          “Yang aku lihat, dia hanya berwujud manusia yang berjubah hitam. Aku yakin, dialah yang telah membunuh penduduk desa. Saat penduduk desa yang berusaha melarikan diri darinya, tiba-tiba tubuh mereka hancur begitu saja dan darah muncrat keluar dengan kuat pun membasahi tanah desa, tapi…kenapa justru aku tak terkena serangannya ? Padahal, aku yakin telah terkena. Kemudian, orang itu langsung menghampiriku dan bertanya kepadaku, apakah aku ini termasuk “generasi ketujuh” ? Aku… aku tak mampu untuk menjawab apa pun karena rasa takut yang mencekam. Karena aku tak menjawab, ia pun berkata bahwa suatu saat ia akan membunuhku, dan langsung menghilang begitu saja,” jawabnya dengan penjelasan panjang lebar dan kemudian ia balik bertanya, “apakah kau tahu maksud dari “generasi ketujuh” itu ?”
          “Generasi ketujuh adalah generasi terakhir.”
          “Apa !? Maksudmu dunia akan kiamat ?” Alena sangat terkejut mendengarnya.
          “Yah… mungkin juga ada kaitannya dengan itu…,” Pantheronia kembali melanjutkan, “generasi terakhir yang dimaksud adalah generasi yang sangat diharapkan oleh Sang Penjaga Gerbang Barat, Rucserria.”
          “Sang Penjaga Gerbang Barat… Rucserria ?”
          “Ya, dialah yang telah memberikan kekuatan kepada tiap-tiap generasi prajurit pilihannya. Bukti bahwa termasuk prajurit pilihannya adalah simbol di dahi mereka.”
          “Simbol di dahi ? Ceritakan padaku lebih lanjutnya…” kata Alena dengan penuh penasaran.
          “Tujuan Rucserria memberikan kekuatan kepada mereka adalah melindungi tanah benua Crosscetta ini dari musuh kita di benua utara, Sukushiha clan, dan… tujuan prajurit pilihan yaitu melindungi para rakyat dari bencana musuh dan juga… kuil suci Vallegrand yang letaknya di pusat benua ini, tempat di mana Rucserria berdiam diri.”
          “Eh ? Kenapa kuil suci seperti itu harus dilindungi ?”
          “Hm… pertanyaanmu ingin membuatku naik darah saja,” jawab Pantheronia mulai dengan nada kesal, “kenapa harus dilindungi ? Justru kuil itulah menjadi tujuan utama Sukushiha clan menyerang kita. Mereka menganggap kuil itu dulunya merupakan tempat di mana mereka berkuasa saat itu. tapi, seiring bertambahnya waktu, akhirnya mereka berhasil dikalahkan oleh prajurit generasi keenam.”
          “Meskipun mereka telah dikalahkan, apa tujuan adanya generasi ketujuh ? Apa…apa akan ada kelanjutan perang melawan Sukushiha clan ?”
          “Entahlah… aku rasa… aku rasa bisa lebih dari yang kau bayangkan, Alena…” jawabnya dengan nada mulai melemah, “ya sudahlah, capek juga berbicara panjang lebar. Ah, aku baru ingat. Tadi aku sudah memasakkan sup buatmu. Tapi, sepertinya sup yang kuhidangkan mulai dingin.”
          “Tidak apa-apa…” perkataan Alena membuat Pantheronia kebingungan, “aku tidak apa-apa kalau makan sup yang mulai dingin… Soalnya, dari tadi pagi aku belum makan.”
          “Baiklah, ayo kita pergi ke ruang makan,” kata Pantheronia dan mereka berdua pun makan bersama.

To Be Continued
    

3 komentar:

  1. hayoooo ikut2an buat ceritaaa.
    ini ceritanya terinspirasi dari claymore ya??
    agak2 mirip soalnya, hehe.
    buatin karakternya dong. biar ga penasaran sama mukanya alena ky gimana :))
    oh ya mba, cuman mw blg, penggunaan kata2nya terkadang kurang tepat dan terkadang terasa terbelit belit. sama paragraf awal, klw bisa ada komanya dong, biar bacanya g capek :))
    lanjutkan. ada romance ga?? masa' alena kecil. versi besarnya laah

    BalasHapus
    Balasan
    1. He eh... mba emang terinspirasi dg claymore... hehehehe :D
      Namun unsur2nya pastilah berbeda
      Karakternya ? Mba usahain klu ada waktu luang...
      wkwwkwkwk XD maklum, sbnarnya imajinasi dlm kepala itu udah banyak, bahkan malah udah kelewat jauh dari chapter ini...
      Romance ? mungkin ada... emangnya kenapa klu ada romance ??
      hehehehehe ini lagi di tengah pembuatan chapter 1
      versi besarnya ?? sedang berpikir mau disisipin ke bagian cerita mana... heheheh :D

      Hapus
    2. oooh iye iye.
      iya, biar orang g penasaran sm si alena bentuknya ky gimana -_-
      aah sama dengan cerita adek klw gitu.
      udah ngebayangin smpe hampir akhir ceritanya december26th.
      enak aja klw ada bumbu romance-nya wkwkwk.
      oh oke2.
      mampir kesini deh :
      http://khansadewi.blogspot.com/2012/11/a-knight-and-his-princess.html (liat bagian bonus, imajinasiku)

      Hapus